Sejarah Jember
Sekalipun masih ada pihak-pihak dari
masyarakat yang mempersoalkan kelahiran kota Jember dengan versi ataupun
pendapat yang lain, namun dengan tidak mengurangi rasa hormat tentang
perbedaan ini, penulis hanya ingin mengungkapkan fakta sesuai dengan
kemampuan, sumber data terpercaya, mereka-mereka para kakek-nenek dan
buyut, yang masih peduli dengan Jember yang dimiliki.
Walaupun secara
resmi Kabupaten Jember dinyatakan lahir tahun 1928, namun situasi dan
kondisi daerah sampai dengan lahirnya kemerdekaan Rl tahun 1945 belum
begitu nampak terjadinya perubahan yang signifikan. Sehingga ketika
tulisan ini dimulai dari hari yang bersejarah tersebut, tidak akan
mengalami pergeseran yang berarti. Saat proklamasi dikumandangkan oleh
Presiden Soekarno lewat radio (RRI) sebagai satu-satunya alat informasi
dan komunikasi yang ada , orang-orang pada berkumpul di depan kantor
Pasar Tanjung yang dulu belum mempunyai nama dan hanya disebut pasar
Jember, karena nama tersebut baru diwujudkan setelah tumbangnya Orde
Lama ke Orde Baru seputar tahun 1966, yang diambil dari nama Jalan
sebelah Barat yang sekarang bernama Jl. HOS Cokroaminoto’. Orang-orang /
masyarakat Jember pada saat itu berkumpul di halaman Pasar Tanjung
hanya sekedar ingin mendengarsiaran-siaran Pemerintah? Karena
satu-satunya alat komunikasi dan informasi hanya lewat radio yang’
dikumandangkan di kantor Pasar Tanjung. Masyarakat pada waktu itu tidak
ada yang memiliki radio. Di situlah mereka bertemu dan bersilaturrahmi
antar kampung di sekitar Pasar Tanjung. Pusat keramaian Kota Jember pada
tahun 50-an hanya berkisar di Pasar Tanjung sampai dengan Jl. Raya
Sultan Agung lewat Jalan Diponegoro yang dahulu bernama jalan Imam
Syafi’i. Pasar Tanjung dibuka hanya pagi sampai sore hari (dulu
masyarakat menyebut sampai dengan waktu Ashar), karena setelah
memasukijam 17.00, pasar Tanjung yang dikelilingi oleh pagar kawat
berduri ditutup total, sehingga tidak ada kegiatan pasar sama sekali. Di
depan kantor pasar yang terietak di bagian Selatan masih tersisa lahan
begitu luas yang sekarang sudah berdiri sebuah bangunan pertokoan di
bawah Water Tower. Saat itu lahan tersebut digunakan pasar sore.
Sedangkan pagi sampai sore hari dipakai untuk terminal bis bagian Timur,
sedangkan sebelah Barat adalah terminal opiet, yakni sejenis angkutan
mobil penumpang dan Jember ke daerah Kecamatan dengan menelusuri jalan
kabupaten yang pada umumnya diaspal separo jalan dan selebihnya adalah
makadam. Sebelah Barat dan Utara pasar adalah terminal dokar, yakni
angkutan penumpang kereta yang ditarik seekor kuda antar Kecamatan
terdekat dengan kota Jember. Terminal bis dan angkutan kota yang
sekarang bernama Tawang Alun dan terletak di daerah Kaiwining Kecamatan
Rambipuji, telah mengalami perpindahan tiga kali. Yakni dari Pasar
Tanjung pindah ke jalan Cokroaminoto yang sekarang telah dibangun kantor
Telkom, kemudian pindah lagi sekitar tahun 1968 ke daerah Gebang di
jalan Kenanga, baru yang terakhir sekitar tahun 80-an dipindahkan ke
Kaliwining Rambipuji yang dulu adalah sebuah lahan tempat parkir
kendaraan-kendaraan militer yang didatangkan dari Rusia (Uni Soviet).
Memasuki kota Jember dari arah Barat melalui patung dr. Soebandi yang
terletak di jalan double way Gajah Mada yang pada malam hari,
menyuguhkan keindahan kota dengan berbagai tatanan lampu hias yang
membujur sampai di pertigaan jalan Cokroaminoto, dahulu ditahun 50-an
sampai dibangunnya double way oleh Pemerintah Daerah di bawah
Bupati’Abdoel Hadi sangat sepi dan termasuk wilayah luar kota dan masih
terlihat sebagian besar tanah persawahan. Yang dimaksud kota Jember pada
waktu itu di tahun 50-an hanyalah Pasar Tanjung ke arah Barat sampai
pertigaan Cokroaminoto / Gajahmada belok ke arah Timur ke Jalan Raya
Sultan Agung sampai alun-alun terus ke selatan jalan Ahmad Yani
(Temba’an) sampai ke pertigaan jalan Trunojoyo dan kembali ke pasar
Tanjung. Terbukti daerah-daerah yang berbatasan dengan kota Jember
seperti MangU, Patrang, Sumbersari, Sukorejo, Kebonsari, Tegal Besar dan
Sukorambi apabila hendak bepergian ke pasar Tanjung selalu menyebut ke
Pasar Jember. Gedung-gedung perkantoran dan mesjid yang terletak begitu
megah diseputar alun-alun kota Jember telah banyak mengalami perubahan,
pergantian dan renovasi. Bank Mandiri yang dulu bernama Bank Bumi Daya
bagian Utara sebelumnya adalah Kantor NahdIatuI Ulama Cabang Jember,
Rumah Dinas Bupati yang sekarang (Wahyawibawagraha), sebelumnya adalah
markas militer yang pada masa pemerintahan Bupati Abdul Hadi dipindah
tangankan kemudian dibangun sebagai Wisma Daerah, di sebelah Timurnya
terletak kantor Pos yang sebelumnya adalah Kantor Pos, Telepon dan
Telegrap menjadi satu, sedangkan sebelah Timurnya terletak kantor Bank
BNI ‘46 Cabang Jember yang dibangun sekitar tahun 1960-an telah
mengalami renovasi sekitar tahun 1990-an sehingga nampak seperti
sekarang ini. Kantor Dinas Bupati Jember yang menempati lahan sebelah
Timur BNI ‘46 dahulu adalah Kantor Pengadilan Negeri yang telah
dipindahkan tangan ke pihak swasta sekitar tahun 80-an kemudian dibangun
Kantor Bank BHS yang tidak terselesaikan, akhirnya dibeli oleh
Pemerintah Kabupaten Jember, dijadikan Kantor Bupati dan sempat ramai
dipermasalahkan oleh masyarakat karena kurang bermanfaat, yang menelan
biaya begitu besar. Sedang gedung penjara, tidak mengalami perubahan
sejak berdiri darijaman Belanda. Adapun kantor BRI yang berdiri dijalan
Ahmad Yani sebelah timur alun-alun sebelumnya adalah sebuah Hotel Jember
yang tidak terurus karena pemiliknya adalah seorang warga negara
Belanda yang akhirnya berpindah tangan menjadi BRI Cabang Jember yang
sebelumnya menempati bangunan di jalan Kartini berhadapan dengan Gereja
Katholik St. Yusup. Kantor Bank Mandiri yang terletak disebelah timur
alun-alun yang sebelumnya bernama Bank EXIM dahulu adalah sebuah kantor
markas CPM sampai batas Bank Jatim. CPM saat itu dipindahkan ke Sukorejo
sampai sekarang. Kantor Bank BTN (Bank Tabungan Negara) yang menempati
sebelah selatan Bank Jatim sebelumnya adalah Gedung Bank Indonesia yang
sekarang pindah ke Jalan Gajah Mada. Lokasi ini sebelum dibangun kantor
Bl tahun 1950-an adalah lahan kosong yang dipergunakan sebagai TPS
(Tempat Pembuangan Sampan). Kantor Pemerintah Kabupaten Jember yang
nampak begitu megah terletak di sebelah Selatan alun-alun dibangun pada
awal era Orde Baru sekitar tahun 70-an di bawah Bupati Abdul Hadi yang
banyak berjasa pada pembangunan daerah Kabupaten Jember antara lain
Kantor Pemerintah Kabupaten, Masjid Jamik Al BaitulAmin, Double Way
Kaliwates, lapangan Golf Glantangan dan Pembangunan PasarTanjung. Pada
waktu itu Kantor Pemerintah Daerah hanya menempati lokasi sebelah Timur
menghadap jalan Ahmad Yani menjadi satu dengan Kantor DPRD yang sekarang
telah dipindahkan kejalan Kalimantan Tegalboto, sedang lahan sebelah
Barat kantor Pemda adalah Rumah Dinas Bupati dengan halaman begitu luas,
sehingga sering dipakai kegiatan kepanduan (sekarang bernama Pramuka)
dari berbagai kelompok kepanduan yang ada di Jember antara lain Pandu
KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia), Pandu Rakyat, Pandu SIAP dan Pandu
Ansor. Di depan Kantor Pemda terhampar alun-alun kota dahulu di
tengah-tengah tumbuh pohon beringin sangat besar sekali yang ditebang di
era tahun 70-an. Disitulah Presiden kita yang pertama yakni Ir.
Soekarno pernah berpidato pada tahun 1956 atas kunjungannya ke Jember.
Disebelah barat aloon-aloon berdiri sebuah me’sjid yang begitu
arsitektur yang dibangun dibawah koordinasi Bupati Abdul Hadi. Mesjid
ini selain dibiayai Pemerintah Daerah, juga berasal dari masyarakat,
karena Bupati memerintahkan para kepala desa untuk ikut berpartisipasi
dengan mendorong masyarakat memberikan sumbangan. Ternyata respon
masyarakat begitu besar, mereka berbondong-bondong memberikan sumbangan
material berupa kelapa yang dikumpulkan kepala desa dan dijual, (
hasilnya disumbangkan untuk pembangunan mesjid Jami’ ) AI-BaituI Amin.
Sebelum dibangun mesjid, tempat ini adalah kantor kawedanan (pembantu
bupati), sedang mesjid sebelah ( selatan adalah mesjid lama yang
dibangun pada jaman penjajahan Belanda dan tidak dibongkar karena
mempunyai nilai historis. Perbatasan kota bagian Selatan sebelah Timur
adalah sampai ke Jembatan “Gladak Kembar” yang pada waktu itu hanya
merupakan jalan Jembatan kecil dan sangat terjal sekali, sehingga berat
muatan kendaraan tidak boleh lebih dari 3 ton. Disebut “Gladak Kembar”
sebab Jembatan bagian sebelah Barat hanya untuk kendaraan kecil (dokar
dan sepeda serta becak), sedang belahan bagian Timur untuk kendaraan
berat bermesin (truk, bus dan sedan). Di sebelah Timur yakni jalan Piere
Tendean terietak.. gedung yang terkenal dengan sebutan SMAN Negeri I,
gedung-gedung disekitarnya yakni Gedung Perpustakaan Daerah, Gedung
Imigrasi, Gedung Kantor Perikanan, Gedung Kejaksaan sampai ke Gedung RRI
dahulu di tahun 50-an adalah sebuah lapangan sep.ak bola. Depan SMAN I
di seberang jalan, saat ini berdiri sebuah Puskesmas, dahulu adalah
tempat pasar sapi mingguan, sehingga namanya menjadi “Pasar Sabtuan” dan
baru dipindahkan seputar; tahun 66 ke daerah Muktisari, disebelah
Selatan markas Armed 08, yang akhirnya mengalami perpindahan di daerah
Kecamatan Jenggawah. Markas Armed sebelumnya adalah markas Batalion
Infantri 509 yang dipindah sekitar tahun 60-an ke daerah Sukorejo (4 km)
dariAlun-alun kota. Di markas ini pula pernah sempat berdiri sebuah
Sekolah Pendidikan Guru yang dikenal dengan sebutan “Normal School” dan
oleh karenanya, wilayah ini sering mendapat sebutan normal. Kembali kita
ke jalan Trunojoyo dan terlihat ada bangunan gedung “GNI”. Gedung ini
dahulu adalah gedung pertemuan untuk umum milik sebuah yayasan yang
diketuai Bapak Soedjarwo, Mantan Bupati Kepala Daerah Jember tahun 1960.
Tanah seluas ±1,5 hektar terbentang dari jalan, Trunojoyo dan sudah
dibangun perkantoran dan pertokoan, sebelum tahun 1955 merupakan
lapangan sepak bola yang terkenal dengan sebutan DSP (bahasa Belanda),
yang sering digunakan untuk “Kerapan Sapi”, sedangkan di seberang jalan •
sebelah Utara Trunojoyo yang sekarang berdiri bangunan “Jember Business
Center”, kecuali SMA Katholik Santo Paulus, pada tahun 1950 adalah
persawahan sampai ke . arah Timur depan Pasar Kepatihan Di depan Pasar
Tanjung terietak sebuah jalan KH. Shiddiq. Nama jalan ini diambil dari
nama seorang Ulama besar yang konon adalah yang “babatalas” Kota Jember,
yang melahirkan tokoh-tokoh Ulama KH. Machfudz Shidiq yang sempat
menjadi delegasi pada pertemuan Ulama sedunia di Jepang i tahun 1930-an
dan KH. Achmad Shiddiq yang pernah dipercaya menduduki jabatan Ketua
Surriah NU di tahun 1990-an dan pernah memimpin delegasi Ulama NU Jawa
Timur menghadap Presiden Soekarno untuk menyampaikan sikap Ulama Jawa
Timur terhadap peristiwa G 30 S dan partai PKI, yang telah melakukan
kudeta terhadap Negara Rl. Batas kota di jalan KH. Shiddiq ini di tahun
50 an hanya sampai pada lapangan sepak bola Talangsari. Sedangkan ke
arah Selatan selebihnya adalah hamparan sawah sampai batas sungai
Bedadung yang berbatasan dengan desa Tegal Besar yang pada waktu itu
jembatan belum dibangun. Sehingga penduduk yang berada di sekitar
jembatan Bedadung sekarang apabila hendak bepergian ke Pasar Tanjung
harus melingkar melalui jalan Suprapto (Kebon Sari). Kemudian dari jalan
KH. Shiddiq menelusuri jalan Sentot Prawirodirjo sampai ke jalan Gajah
Mada dekat . pompa bensin merupakan hamparan persawahan yang mutai
dibangun perumahan di seputar tahun 80 an. Beralih ke sebelah Barat
Pasar Tanjung terletak sebuah jalan Cokroaminoto yang sebelumnya bernama
jalan Tanjung. Lokasi gedung Telekomunikasi yang terietak di jalan ini
telah mengalami pergantian fungsi sebanyak tiga kali dan yang pertama
adalah sampai i tahun 1960 adalah tempat parkir Cikar (pedati yang
ditarik oleh 2 ekor sapi, sedangkan 2 buah roda kanan kiri terbuat dari
kayu yang dilapisi besi) dan roda ini dibuat besar sekali sehingga
mengganggu kondisi jalan yang beraspal karena tidak dilapisi ban karet.
Baru di seputar. tahun 70-an kendaraan ini menjadi punah karena tidak
layak pakai, sesuai dengan perkembangan dan kemajuan jaman yang tidak
memakai tenaga sapi lagi sebagai alat angkutan. Oleh karenanya seluruh
jalan kabupaten dibuat separo jalan adalah makadam, yang khusus dilewati
pedati. Kemudian sebelah Timur lokasi parkir cikar ini yakni tepatnya
di belakang toko sepatu H. Anwar Cokroaminoto / jalan Samanhudi dan
sekarang telah berdiri toko alat-alat tulis Putra Jaya adalah tempat
parkir dokar sampai tahun 50-an. Setelah itu menjelang tahun 1955
dijadikan markas atau sekretariat Partai Masjumi Cabang Jember. Pada
Pemilu pertama di Indonesia tahun 1955, kantor ini sangat ramai karena
waktu itu, Masjumi masih mengalami kejayaan yang pada akhirnya
dibubarkan pemerintah di tahun 1959. Di sebelah Barat Kantor Telkom
sekarang di jalan Cokroaminoto terdapat bangunan gedung sebagai tempat
kegiatan Pusat Pelatihan Olah Raga Bulu Tangkis ditahun 1960-an adalah
tempat pemotongan sapi (jagal sapi) yang sekarang telah pindah di
Talangsari (jalan Sentot Prawirodirjo). Kita menuju Barat, di jalan
Gajah Mada sekitar Masjid Al Huda baru dibangun setelah usainya
peristiwa G 30 Sl PKI di tahun 1965. Saat itu satu-satunya kantor yang
besar dan megah hanyalah kantor PTP 26 (sekarang PTPN XII), yang dahulu
di jamah Belanda sampai awal kemerdekaan bernama LMOD, kemudian berganti
nama jadi PNP (Perusahaan Negara Perkebunan) dan akhirnya menjadi nama
PTP Nusantara sekarang ini. Dari Al Huda menuju .sebelah Utara yakni
jalan Melati (sekarang) sebelumnya bernama jalan Pattimura dikenal
dengan sebutan Tumpeng sebagai daerah hitam (tempat pelacuran) pertama
yang legal tepatnya di belakang SD Negeri sebelah Selatan pasar Gebang.
Pada umumnya masyarakat Jember waktu itu sangat malu menyebut kata
“Tumpeng” karena berkonotasi tempat pelacuran, dan sekitar tahun 60-an
baru dipindahkan ke Kaliputih Rambipuji dan yang terakhir dipindahkan
lagi ke daerah Puger. Daerah ini dulu sangat sepi karena lokasi yang
saat ini ditempati pasar Gebang, dulu adalah pekuburan Belanda yang
digusur Pemda.setempat tahun 70-an. Sehingga pada malam hari sangat
menakutkan dan jarang dilewati orang. Sedang yang terakhir adalah
perbatasan dengan daerah Patrang yang terietak di daerah seputar
perempatan Jl. PB Sudirman depan SMP Negeri 2. Gedung SMP ini .dulu
adalah Sekolah Rakyat (SR) Negeri Pagah yang juga dikenal dengan sebutan
SR Gudang Garam yang akhirnya dipindah menjadi SD Kompiek Pagah I, II
dan IV, letaknya tepat didepan Asuransi Jiwasraya. Saat ini sekolahan
itu berubah nama menjadi SD Jember Lor I,II, dan IV. Dt depan
gedungSMPN2 dahulu adalah sebuah kantor dan gudang garam (bukan rokok
cap gudang garam) yang telah berpindah tangan beberapa kali dan akhirnya
menjadi tempat kursus Technos. Oleh karenariya daerah ini dulu dikenal
dengan sebutan “Gudang Garam”, sedangkan perkampungannya di sebelah
Timur BRI, Mandiri dan Bank Jatim dulu dikenal dengan julukan “Wetan
Kantor”, karena waktu itu perkantoran yang ada di Jember hanyalah di
seputar aloon-aloon. Dari perempatan SMP 2 ke arah sebelah Timur sebelum
sampai jembatan Semanggi, di bagian Utara jalan ada lahan kosong yang
dulunya sampai pada tahun 1960-an terkenal dengan sebutan nama “Glayer”,
yang sebenarnya adalah “Dryer” atau tempat pengeringan kayu olahan dan
penggergajian kayu yang besar sekali. Di tikungan pertigaan jalan depan
RS Jember Klinik dahulu terietak Kantor Sekretariat partai yang terkenal
dengan sebutan PKI. Dimana pada tanggal 2 Oktober 1965 dirusak dan
dihabisi massa karena keterlibatannya dengan peristiwa G 30 S/PKI. Namun
di era menjelang tahun 70-an, tempat ini tak terurus, sehingga terkesan
menjadi hilang begitu saja. Adapun jembatan yang dikenal dengan sebutan
Semanggi, pada waktu itu belum dibangun sampai tahun 60-an, sehingga
penduduk di daerah Tegal Boto yang sekarang menjadi wilayah kampus
Universitas Jember apabila bepergian menuju kota Jember harus naik
perahu getek atau melingkar ke Utara melalui jembatan Soedjarwo yang
dibangun sekitar tahun 1970-an. Wilayah Tegal Boto saat itu masih
merupakan daerah persawahan dan tegal dan berpenduduk sedikit sekali
yang tidak tersentuh oleh kehidupan perkotaan. Di Selatan alun-alun ada
jalan Ahmad Yani yang dikenal dengan nama kampung Temba’an, dan ada satu
lokasi depan Kantor Pemda sebelah Timur yang sekarang telah dibangun
pertokoan disebut perkampungan “Undak-undak selikui” yang dikenal
sebagai daerah hitam karena disini terdapat tempat prostitusi
(pelacuran) illegal yang beroperasi sampai tahun 60-an yang saat ini
nama lokasi ataupun tempat kegiatan prostitusi tersebut tidak lagi
terdengar, bahkan telah hilang dari ingatan masyarakat Jember. Sedangkan
kampung Temba’an yang berada di sebelah selatan sampai batas pertigaan
jalan Trunojoyo, di sebelah Timur perkampungan dekat sungai Bedadung di
jaman penjajahan Jepang dijadikan tempat latihan tembak, sehingga
kemudian daerah tersebut dikenal dengan nama kampung Temba’an. Setelah
usai penjajahan Jepang, tempat tersebut tidak lagi terpakai untuk
kegiatan latihan tembak, namun sebutan nama kampung Temba’an tidak bisa
hilang begitu saja. KESENIAN dan OLAH RAGA Olah raga terutama dunia
sepak bola merupakan satu-satunya hiburan bagi masyarakat Jember, karena
hiburan kesenian yang menonjol di Jember hanyalah mendengarkan alunan
musik orkes melayu yang dikumandangkan dari stasiun RRI dengan Klub
orkes Melayu yang terkenal saat itu yakni Bukit Siguntang dari Jakarta
dengan penyanyi terkenalnya seperti Husen Bawafi dan Mashabi, Begitu
iuga dari Surabaya dengan group musik orkes Melayu “Sinar Kumala” dengan
penyanyi Ida Laila dan A. Kadir yang tak kalah tenarnya dengan penyanyi
Jakarta. Rata rata dalam satu minggu sekali setelah berita dunia RRI
pada jam 21.00 hampir seluruh perkampungan dikota Jember jalanan menjadi
sepi karena masyarakat kota Jember berkumpul disatu tempat yang
memiliki radio (karena tidak semua masyarakat memiliki radio) semata
mata hanya untuk mendengarkan lagu lagu Melayu yang diperdengarkan dari
kedua Orkes Melayu tersebut diatas. Masyarakat Jember rupa-rupanya tidak
memiliki spesifik kehidupan kesenian, karena penduduk Jember rata-rata
(mayoritas) adalah penduduk imigran dari Madura terbanyak dan sebagian
Jawa dari daerah sekitarnya yang rata-rata adalah pendatang pencari
kerja dan tidak membawa misi kesenian. Hampir bisa dipastikan ketika
Jember dinyatakan sebagai Daerah Kabupaten 78 tahun yang lalu tidak ada
penduduk yang lahir asli di Jember. Hiburan lain bagi penduduk Jember
yang dapat dinikmati adalah menonton film di bioskop-bioskop yang
jumlahnya waktu itu ada sebanyak 8 gedung, yaitu gedung bioskop Grand
yang terletak disebelah selatan mesjid Jamik yang direnovasi sebelum
tahun 60-an dan berganti nama menjadi Cathay. Namun beberapa tahun
kemudian mengalami kebakaran dan akhirnya dan tidak berfungsi lagi.
Gedung tersebut kemudian dijual dan akhirnya menjadi kantorTelkom sampai
saat ini. Yang kedua, gedung bioskop Kusuma, terletak di jalan Gatot
Subroto adalah satu-satunya yang masih beroperasi sampai saat ini.
Gedung bioskop ini mengalami pergantian nama beberapa kali, ketika
pertama kali dibangun tatiun 1955 bernama bioskop Ambasador, kemudian
berganti nama setelah pemerintah melarang memakai nama asing, sehingga
di tahun 60-an berganti nama menjadi bioskop Duta, lalu berubah menjadi
kusuma sampai saat ini.
No comments:
Post a Comment