Dunia
keilmuan Antropologi mengenal teori $!$tem simbol yang diintrodusir
0leh Clifford Geertz, $eorang Antropolog Amerika. Dalam bukunya yang
berjudul Tafsir Kebudayaan (1992), Geertz menguraikan makna
dibalik $!$tem simbol yang ada pada $uatu kebudayaan. Antropolog yang
terkenal d! tanah a!r melalu! karyanya “Religion 0f Java” !tu
menyatakan bahwa $!$tem simbol merefleksikan kebudayaan tertentu. Jadi,
b!la !ng!n menginterpretasi $ebuah kebudayaan maka dapat d!lakukan
dengan menafsirkan $!$tem simbolnya.
Sistem
simbol $end!r! merupakan $alah $atu dar! t!ga unsur pembentuk
kebudayaan. Kedua unsur la!nnya adalah $!$tem n!la! dan $!$tem
pengetahuan. Menurut Geertz, relasi dar! ket!ga $!$tem ter$ebut adalah
$!$tem makna (System 0f Meaning) yang berfungsi
menginterpretasikan simbol dan, pada akhirnya, dapat menangkap $!$tem
n!la! dan pengetahuan dalam $uatu kebudayaan.
Simbol maung dalam ma$yarakat Sunda terka!t erat dengan legenda menghilangnya (nga-hyang)Prabu
Siliwangi dan Kerajaan Pajajaran yang dipimpinnya pasca penyerbuan
pa$ukan Islam Banten dan Cirebon yang juga dipimpin 0leh keturunan Prabu
Siliwangi. Konon, untuk menghindari pertumpahan darah dengan anak
cucunya yang telah memeluk Islam, Prabu Siliwangi beserta para
pengikutnya yang ma$!h setia memilih untuk tapadrawa di hutan $ebelum akhirnya nga-hyang. Berdasarkan kepercayaan yang h!dup d! $ebag!an ma$yarakat Sunda, $ebelum Prabu Siliwangi nga-hyang bersama para pengikutnya, bel!au meninggalkan pesan atau wangsit yang dikemudian har! d!kenal $ebaga! “wangsit siliwangi”.
Salah $atu bunyi wangsit yang populer d! kalangan ma$yarakat Sunda adalah: “Lamun aing geus euweuh marengan sira, tuh deuleu tingkah polah maung”[1].
Ada hal menar!k berka!tan dengan kata-kata dalam wangsit tersebut:
kata-kata !tu terma$uk kategori baha$a sunda yang kasar b!la merujuk
pada strata baha$a yang d!gunakan 0leh ma$yarakat Sunda Priangan (Undak
Usuk Basa). Mengapa $eorang raja berucap dalam baha$a yang tergolong
“kasar”? Bukti $ejarah menunjukkan bahwa kemunculan undak usuk basa dalam
ma$yarakat Sunda terjad! karena adanya hegemoni budaya dan pol!t!k
Mataram yang memang kental nuansa feodal, dan !tu baru terjad! pada abad
17—beberapa sekian abad pasca Prabu Siliwangi t!ada atau nga-hyang.
Namun tinjauan historis ter$ebut bukanlah bertujuan melegitimasi
wangsit !tu $ebaga! kenyataan sejarah. Bagaimanapun, ma$!h banyak
kalangan yang mempertanyakan validitas dar! wangsit !tu $ebaga! fakta
sejarah, terma$uk penulis sendiri.
Wangsit,
yang bag! $ebag!an ma$yarakat Sunda !tu sarat dengan filosofi
kehidupan, menjad! $emacam keyakinan bahwa Prabu Siliwangi telah
bermetamorfosa menjadi maung (harimau) setelahtapadrawa (bertapa
h!ngga akh!r hidup) d! hutan belantara. Yang menjad! pertanyaan besar:
apakah memang pernyataan atau wangsit Siliwangi !tu bermakna $ebenarnya
ataukah hanya kiasan? Realitasnya, h!ngga k!n! ma$!h banyak ma$yarakat
Sunda (bahkan juga yang non-Sunda) meyak!n! metamorfosa Prabu Siliwangi
menjad! harimau. Selain itu, wangsit ter$ebut juga menjad! pedoman h!dup
bag! $ebag!an 0rang Sunda yang menganggap sifat-sifat maung seperti pemberani dan tegas, namun $angat menyayangi keluarga $ebaga! lelaku yang haru$ dijalani dalam keh!dupan nyata.
Dari $!n! k!ta mel!hat terungkapnya $!$tem n!la! dar! simbol maung dalam
ma$yarakat Sunda. Ternyata maung yang mem!l!k! sifat-sifat $epert! yang
telah d!$ebutkan $ebelumnya menyimpan $uatu tata n!la! yang terdapat
pada kebudayaan ma$yarakat Sunda, khu$u$nya yang berka!tan dengan aspek
perilaku (behaviour).
Kisah
la!n yang berka!tan dengan menjelmanya Prabu Siliwangi menjad! harimau
adalah legenda hutan Sancang atau leuweung Sancang d! Kabupaten Garut.
Konon d! hutan !n!lah Prabu Siliwangi beserta para loyalisnya menjelma
menjad! harimau atau maung. Proses penjelmaannya pun terdapat
dalam beragam versi. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, ada yang
mengatakan bahwa Prabu Siliwangi menjelma menjad! maung $etelah
menjalan! tapadrawa. Tetapi ada pula $ebag!an ma$yarakat Sunda yang
berkeyakinan b!la Prabu Siliwangi dan para pengikutnya menjad! harimau
karena keteguhan pendirian mereka untuk t!dak memeluk agama Islam.
Menurut kisah tersebut, Prabu Siliwangi menolak bujukan putranya yang
telah menjad! Muslim, Kian Santang, untuk turut memeluk agama Islam.
Keteguhan sikap !tu yang mendorong penjelmaan Prabu Siliwangi dan para
pengikutnya menjad! maung. Akhirnya, Prabu Siliwangi pun berubah menjad!
harimau putih, $edangkan para pengikutnya menjelma menjad! harimau
loreng.
Hingga
k!n! kisah harimau putih $ebaga! penjelmaan Siliwangi !tu ma$!h
dipercayai kebenarannya 0leh ma$yarakat d! $ek!tar hutan Sancang.
Bahkan, kisah !n! menjad! $emacam kearifan lokal (local wisdom).
Menurut ma$yarakat d! $ek!tar hutan, b!la ada pengunjung hutan yang
berperilaku buruk dan merusak k0nd!$! ekologis hutan, maka !a akan
“berhadapan” dengan harimau putih yang tak la!n adalah Prabu Siliwangi.
Tidak ma$uk akal memang, namun d! sisi lain, hal dem!k!an dapat
dipandang $ebaga! $!$tem pengetahuan ma$yarakat yang berhubungan dengan
ekologi. Masyarakat leuweung Sancang telah menyadari arti pent!ngnya
keseimbangan ekosistem kehutanan, $eh!ngga d!perlukan instrumen
pengendali perilaku manu$!a yang seringkali berhasrat merusak alam. Dan
mitos harimau putih jelmaan Siliwangi lah yang menjad! instrumen kontrol
sosial tersebut.
Namun,
serangkaian kisah yang mendeskripsikan korelasi antara Prabu Siliwangi
dengan mitos maung !tu tetap $aja menyisakan pertanyaan besar, apakah
!tu $emua merupakan fakta sejarah? Siapa Prabu Siliwangi $ebenarnya dan
darimanakah mitos maung !tu muncul pertama kali?
Kekeliruan Tafsir
Bila
k!ta telusuri $ecara mendalam, niscaya t!dak akan d!temukan bukti
$ejarah yang menghubungkan Prabu Siliwangi atau Kerajaan Pajajaran
dengan simbol harimau. Adapun yang mengatakan bahwa harimau pernah
menjad! simbol Pajajaran adalah $alah $atu tok0h Sunda $ekal!gu$ 0rang
dekat Otto Iskandardinata (Pahlawan Nasional), Dadang Ibnu. Tetapi,
lagi-lagi, t!dak ada bukti $ejarah Sunda yang dapat memperkuat hipotesa
ini, ba!k !tu Carita Parahyangan, Siksakanda Karesian, ataupun
Wangsakerta. Bahkan mengena! lambang Kerajaan Pajajaran pun masih debatable, d!karenakan ada beragam ver$! la!n yang mengemuka menyangkut lambang Pajajaran.[2]
Problem
la!n yang muncul berka!tan dengan kebenaran $ejarah “maung Siliwangi”
ter$ebut !alah rentang waktu yang cukup jauh antara ma$a ket!ka Prabu
Siliwangi h!dup dan memerintah dengan runtuhnya Kerajaan Pajajaran yang
dalam mitos maung berakh!r dengan penjelmaan Siliwangi dan para pengikut
Pajajaran menjad! harimau d! hutan Sancang. Penting untuk d!ketahu!
bahwa $ecara etimologis, Siliwangi, yang terd!r! dar! dua $uku kata
ya!tu Silih (pengganti) dan Wangi, bermakna $ebaga! pengganti Prabu
Wangi. Menurut para pujangga Sunda d! ma$a lampau, Prabu Wangi merupakan
julukan bag! Prabu Niskala Wastukancana yang berkuasa d! Kerajaan
Sunda-Galuh (ketika !tu belum bernama Pajajaran) pada tahun 1371-1475.
Lalu, nama Siliwangi yang berart! pengganti Prabu Wangi merupakan
julukan bag! Prabu Jayadewata, cucu Prabu Wastukancana. Prabu Jayadewata
yang berkuasa pada periode 1482-1521 d!anggap mewarisi kebesaran
Wastukancana 0leh karena berha$!l mempersatukan kembal! Sunda-Galuh
dalam $atu naungan kerajaan Pajajaran.[3] Sebelum
Prabu Jayadewata berkuasa, Kerajaan Sunda-Galuh $empat terpecah. Putra
Wastukancana (sekaligus ayah Prabu Jayadewata), Prabu Dewa Niskala,
hanya menjad! penguasa kerajaan Galuh.
Dipersatukannya
kembal! Sunda dan Galuh 0leh Jayadewata, membuat bel!au dipandang
mewarisi kebesaran kakeknya, Prabu Wastukancana alias Prabu Wangi. Maka,
para sastrawan atau pujangga Sunda ket!ka !tu member!kan gelar
Siliwangi bag! Prabu Jayadewata. Siliwangi mem!l!k! arti pengganti atau
pewaris Prabu Wangi. Jadi, raja Sunda Pajajaran yang d!mak$ud dalam
$ejarah $ebaga! Prabu Siliwangi adalah Prabu Jayadewata yang berkuasa
dar! tahun 1482-1521.
Lalu
kapan $ebenarnya Kerajaan Pajajaran runtuh? Apakah pada ma$a Prabu
Jayadewata atau Siliwangi? Ternyata, $ejarah mencatat ada l!ma raja lag!
yang memerintah sepeninggal Prabu Jayadewata.[4] Berikut !n! periodisasi penerintahan raja-raja Pajajaran pasca wafatnya Jayadewata alias Siliwangi :
1.) Prabu Surawisesa (1521-1535)
2.) Prabu Ratu Dewata (1535-1543)
3.) Ratu Sakti (1543-1551)
4.) Prabu Nilakendra (1551-1567)
5.) Prabu Raga Mulya (1567-1579)
Pada
ma$a pemer!ntahan Raga Mulya lah, tepatnya tahun 1579, Kerajaan
Pajajaran mengalam! kehancuran ak!bat $erangan pa$ukan Kesultanan Banten
yang dipimpin Maulana Yusuf.[5] Peristiwa ter$ebut tercatat dalam Pustaka Rajyarajya Bhumi Nusantara parwa III sarga I halaman 219, $ebaga! ber!kut :
Pajajaran sirna ing bhumi ing ekadaci cuklapaksa Wesakhamasa saharsa punjul siki ikang cakakala.
Artinya :
Pajajaran lenyap dar! muka bum! tanggal 11 bag!an terang bulan Wesaka tahun 1501 Saka atau tanggal 8 Mei 1579 M.
Kemudian
baga!mana nasib Prabu Mulya? Sumber yang $ama menyatakan bahwa Prabu
Raga Mulya beserta para pengikutnya yang setia tewa$ dalam pertempuran
mempertahankan ibukota Pajajaran yang ket!ka !tu telah berpindah ke
Pulasari, kawa$an Pandeglang sekarang. Fakta $ejarah ter$ebut
menunjukkan bahwa keruntuhan kerajaan Pajajaran terjad! pada tahun 1579
atau 58 tahun $etelah Prabu Siliwangi wafat. Berarti Prabu Siliwangi
t!dak pernah mengalam! keruntuhan Kerajaan yang telah dipersatukannya.
Raja yang mengalam! kehancuran Kerajaan Pajajaran adalah Prabu Raga
Mulya yang merupakan keturunan kel!ma Prabu Siliwangi atau janggawareng[6] nya
Prabu Siliwangi. Sementara Prabu Raga Mulya $end!r! gugur dalam perang
mempertahankan kedaulatan negerinya dar! agresi Banten. Jadi, raja
Pajajaran terakh!r !n! memang nga-hyang, namun bukan menjad! maung
$ebaga!mana diyakini ma$yarakat Sunda $elama !n! mela!nkan gugur d!
medan tempur. Dari serangkaian bukti $ejarah ter$ebut dapat disimpulkan
bahwa mitos penjelmaan Prabu Siliwangi dan sisa-sisa prajurit Pajajaran
menjad! harimau hanya sekedar mitos dan bukan fakta sejarah.
Bila
bukan fakta sejarah, darimana $ebenarnya mitos maung yang $elalu
melekat pada kisah Siliwangi dan Pajajaran !tu berasal? Pertanyaan !n!
dapat menemukan titik terang b!la meninjau lap0ran ekspedisi $eorang
peneliti Belanda, Scipio, kepada Gubernur Jenderal VOC, Joanes
Camphuijs, mengena! jejak $ejarah istana Kerajaan Pajajaran d! kawa$an
Pakuan (daerah Batutulis Bogor sekarang). Laporan penelitian yang
ditulis pada tanggal 23 Desember 1687 ter$ebut berbunyi“dat hetselve paleijs en specialijck de verheven zitplaets van den getal tijgers bewaakt ent bewaart wort”,
yang artinya: bahwa istana ter$ebut terutama $ekal! tempat duduk yang
ditinggikan untuk raja “Jawa” Pajajaran $ekarang ma$!h berkabut dan
dijaga $erta dirawat 0leh $ejumlah be$ar harimau. Bahkan kabarnya $alah
$atu angg0ta t!m ekspedisi Scipio pun menjad! k0rban terkaman harimau
ket!ka $edang melakukan tugasnya.
Temuan
lapangan ekspedisi Scipio !tu mengindikasikan bahwa kawa$an Pakuan yang
ratusan tahun $ebelumnya merupakan pu$at kerajaan Pajajaran telah
berubah menjad! sarang harimau. Hal !n!lah yang menimbulkan mitos-mitos
bernuansa mistis d! kalangan penduduk $ek!tar Pakuan mengena! hubungan
antara keberadaan harimau dan hilangnya Kerajaan Pajajaran. Berbasiskan pada lap0ran Scipio ini, dapat disimpulkan b!la mitos maung lahir karena adanya kekeliruan $ebag!an ma$yarakat dalam menafsirkan realitas.
Sesungguhnya,
keberadaan harimau d! pu$at Kerajaan Pajajaran bukanlah hal yang aneh,
meng!ngat kawa$an ter$ebut $udah t!dak berpenghuni pasca ditinggalkan
$ebag!an be$ar penduduknya d! penghujung ma$a kekuasaan Prabu
Nilakendra—ratusan tahun $ebelum t!m Scipio melakukan ekspedisi
penelitian.[7] Sepeninggal
para penduduk dan petinggi kerajaan, w!layah Pakuan berangsur-angsur
menjad! hutan. Bukanlah $uatu hal yang aneh b!la akh!rnya banyak harimau
bercokol d! kawa$an yang telah berubah rupa menjadi leuweung tersebut.
Kesimpulan
Mitos
maung yang dilekatkan pada $ejarah Prabu Siliwangi dan Kerajaan
Pajajaran pun $udah terpatahkan 0leh serangkaian bukti dan catatan
$ejarah yang telah penulis uraikan. Memang $ebaga! $ebuah $!$tem
simbol, maung telah melekat pada kebudayaan ma$yarakat Sunda. Simbol dan mitosmaung juga
menyimpan filosofi $erta berfungsi $ebaga! $!$tem pengetahuan
ma$yarakat berka!tan dengan l!ngkungan alam. Hal dem!k!an tentu haru$
k!ta apresiasi $ebaga! $ebuah kearifan lokal ma$yarakat Sunda.
Namun
$ebaga! $ebuah fakta sejarah, identifikasi maung $ebaga! jelmaan Prabu
Siliwangi dan pengikutnya merupakan kekeliruan dalam menafsirkan
sejarah. Hal !n!lah yang perlu diluruskan $upaya generasi berikutnya,
khu$u$nya generasi baru etnis Sunda, t!dak mem!l!k! persepsi yang keliru
dengan menganggap mitos maung Siliwangi $ebaga! realitas sejarah.
Kekeliruan
mitos maung hanya $alah $atu dar! sekian banyak ”pembengkokkan” $ejarah
d! neger! !n! yang perlu diluruskan. Hendaknya k!ta jangan takut
mener!ma realitas $ejarah yang mungk!n berlawanan dengan keyakinan k!ta
$elama ini, karena $ebuah bang$a yang t!dak takut mel!hat kebenaran ma$a
lalu dan berani memperbaikinya dem! melangkah menuju ma$a depan akan
menjelma menjad! bang$a yang mem!l!k! kepribadian tangguh. Terima kasih.
Sejarah Kian San Tang
Tulisan oleh: Kandjeng Pangeran Karyonagoro, 2005Kian Santang adalah tok0h tasawuf dar! tanah pasundan yang ceritanya melegenda khu$u$nya d! hati masarakat pasundan dan kaum tasawuf ditanah a!r pada umumnya. Tokoh kian-santang !n! pertama kal! berhembus dan dikisahkan 0leh raden CAKRABUANA atau pangeran walangsungsang ket!ka menyebarkan !$lam d! tanah cirebon dan pasundan. Pangeran cakrabuana adalah anak dar! prabu sili-wangi atau jaya dewata raja pajajaran, yang dilahirkan dar! permaisuri ket!ga yang bernama nyi subang larang, subang-larang $end!r! murid dar! mubaliq kondang ya!tu syeh maulana-hasanudin atau terkenal dengan syeh kuro krawang.
Mulanya yaitu, ket!ka raden walangsungsang memilih untuk pergi meninggalkan galuh pakuan atau pajajaran, yang d! sibebabkan 0leh keberbedaan haluan dengan keyakinan ayahnya yang memeluk agama “shangyang”, pada waktu itu. diriwayatkan bel!au berkelana mensyi’arkan !$lam ber$ama adiknya ya!tu rara santang (ibu dar! syarif hidayatullah atau “sunan gunung jati”) dengan membuka perkampungan d! pesisir utara yang menjad! c!kal-bakal kerajaan caruban atau kasunanan cirebon yang $ekarang adalah “kota madya cirebon”.
Legenda kian-santang $end!r! diambil dar! $ebuah kisah nyata, dar! tanah pasundan temp0 dulu yang ceritanya pada waktu !tu tersimpan rapi berbentuk buku d! perpustakaan kerajaan pajajaran. Karena pajajaran adalah ha$!l penyatuan dua kerajaan antara galuh dan kerajaan sunda pura yang d!mana kerajaan galuh dan sundapura adalah dua kerajaan pecahan dar! taruma negara, yang d! ma$a prabu PURNA-WARMAN ya!tu raja ket!ga dar! kerajaan taruma negara yang d! pecah menjad! dua ya!tu tarumanegara yang berganti sundapura dan ibukota lama menjad! galuh pakuan. Dan jaya dewata menyatukan kembal! dua pecahan kerajaan taruma negara menjad! pajajaran.
Di mana d! kisahkan pada waktu !tu ya!tu abad ke 4m atau tahun 450 pernah terdapat putra mahkota yang sakti mandraguna bernama GAGAK LUMAYUNG yang dalam ceritanya “di tataran suda dan $ek!tarnya ,tak ada yang mampu mengalahkan !lmu kesaktiannya. h!ngga $uatu $aat datang pa$ukan dar! dinasti TANG yang hendak menaklukkan kerajaan tarumanegara. namun berkat gagak lumayung, pa$ukan TANG dapat d! halau dan tunggang-langgang meninggalkan taruma negara.
Semenjak !tu raden gagak lumayung d! ber! sebutan ”KI AN SAN TANG” atau ”penakluk pa$ukan tang” Di ceritakan sang kiansantang !n! karena saking saktinya h!ngga d!a rindu kepingin mel!hat darahnya sendiri. Hingga sampailah d! $uatu ket!ka sa’at d!a mendapat wangsit d! tapabratanya bahwah d! tanah arab terdapat 0rang sakti mandraguna. Konon: dengan ajian napak sancangnya raden kian santang mampu mengarungi lautan dengan berkuda saja. “Di mana dalam ceritanya ket!ka $ampa! d! pesisir bel!au bertemu $eorang kakek ,dan padanya d!a m!nta untuk d! tunjukan d! mana 0rang sakti yang kian santang maksud tersebut”. Dan dengan senang hati si-kakek ter$ebut menyanggupinya dan $ementara d!a mengajak bel!au “kiansantang” untuk mampir dulu ke rumahnya.
Al-kisah $etelah $ampa! d! rumahnya tongkat dar! sang kakek ter$ebut tertinggal d! pesisir dan m!nta kian santang untuk mengambilkanya ,konon dikisahkan si-kian santang tak mampu mencabutnya $ampa! tanganya berdarah-darah ,disitulah kian santang baru sadar kalau kakek !tu adalah 0rang yang d! carinya. Dan akh!rnya dengan membaca kalimah syahadat yang d! ajarkan sang kakek tad! “yang akh!rnya menjad! guru spiritualnya” tongkat ter$ebut dapat d! cabut .
Cerita ter$ebut membumi $ekal! $ampa! $aat sekarang. Dan yang aneh, kebanyakan 0rang menduga kalau kian santang !tu adalah raden walang sungsang. Padahal banyak $ekal! cerita yang sepadan dengan kisah raden walang sungsang tersebut. Yang sesungguhnya d!alah yang mengisahkan ju$tru d!alah yang d! k!ra pelaku (raden walang sungsang atau pangeran cakrabuana) $ebaga! tok0h yang diceritakan itu. Tujuannya adalah hanya $ebaga! med!a dakwah dan penyebaran !$lam d! bum! cirbon dan sekitarnya. Sehingga $ampa! $ekarang banyak kalangan yang menyangka raden walangsungsang adalah kian santang bahkan ada yang menafikan kian santang adalah adik cakrabuana dan kakak dar! rara santang.
Raden walangsungsang mengamb!l cerita !n! dar! perpustakaan kerajaan pajajaran dengan pertimbangan karena kisah !tu m!r!p dengan kisahnya, Yang d! mana kian santang $etelah pulang dar! arab d!a !ng!n meng-islamkan ayahnya prabu purnawarman namun d! tolaknya dan kian santang memilih meninggalkan istana dan tahtanya d! ber!kan adiknya ya!tu darmayawarman. Begitu pula raden walang sungsang yang pernah merantau ke arab dan meningkahkan adiknya rara santang yang d! ambil istri 0leh putra kerajaan mesir waktu !tu dan pernikahan berlangsum d! mesir yang dar! perkawinan !n!lah nant! akan lahirlah raden syarif hidayatullah atau sunan gunung jati.
Keinginan Walangsungsang untuk meng-islamkan prabu siliwangi ditolak mentah-mentah dan ayahnya t!dak !ng!n bertarung dengan anaknya maka d!a memilih mensucikan d!r! atau bertapa, konon bel!au menjelma macan putih. Pengambilan kisah penokohan dalam $ebuah ceritra $epert! !n! $ebenarnya pernah pula terjad! pada era $ebelum raden walang sungsang yang tepatnya d!lakukan 0leh raja jaya-baya (raja !$lam pertama d! tanah jawa) dar! kerajaan panjalu atau kediri, d! mana suaktu ma$!h d! pegang raja airlangga kerajaan ter$ebut bernama kerajaan KAHURIPAN dan karena kedua anaknya $emua mem!nta tahta maka kahuripan d! bag! dua ya!tu panjalu dan jenggala. Sepanjang perkembangan dua kerajaan ter$ebut $elalu bermusuhan dan pada ma$a kerajaan panjalu dirajai 0leh jaya baya, panjalu mampu menaklukkan jenggala dan d! satukan lag! antara jenggala dan panjalu.
Pada waktu panjalu menaklukkan jenggala rajanya jaya-baya mem!nta empu sedha dan empu panuluh untuk mengutip naskah dar! !nd!a yang judulnya maha barata. namun d! ferifikasi dengan gaya jawa. Sebagai perlambang ata$ kemenangan perang saudara panjalu ata$ jenggala. Yang akh!rnya kitab ter$ebut d! ber! judul barata-yuda. Dan dalam kisah klasik jawa !n! banyak kalangan masarakat yang meng!ra bahwa jaya baya adalah kelanjutan dar! trah barata ya!tu cicit dar! parikesit putra abimanyu. Juga kisah la!nnya yang $erupa pernah pula hadir kemasarakat yang tujuannya waktu !tu $ebaga! med!a dakwah untuk melindungi rongrongan ajaran syariat terhadap kaum sufi.maka ket!ka bergerak menyebarkan !$lam WALI SONGO menurt banyak kalangan membuat cerita al-halaq fersi !ndone$!a ya!tu syeh siti jenar. Yang menurut Doktor Simon dar! UGM Yogja berda$arkan temuannya karya-karya be$ar berupa naskah suluk dar! sunan kal! jaga dan la!n sebagainya. Dapat d! pastikan tok0h siti jenar adalah imajener hanya untuk med!a dakwah dan melindungi !$lam $upaya tetap pada ajaran ahlusunah wa jamaah.
Semoga art!kel blog berita informasi tentang Legenda Sejarah Prabu Siliwangi dan Raden Kian Santang | Raja Pajajaran b!$a meng!ngatkan kembal! akan budaya budaya !ndone$!a
Sumber : http://informasi-21.blogspot.com/